Thursday, October 17, 2013

Golongan Putih...

Beberapa hari terakhir ini, di sebuah milis yang saya ikuti, pembicaraan mengenai golput sedang menjadi topik yang hangat dibicarakan. Beberapa orang yang sebenarnya mendukung seorang tokoh -- namun ragu-ragu apakah tokoh tersebut akan diangkat menjadi calon presiden oleh partai tempatnya bernaung saat ini, merasa bahwa seandainya pada waktu pemilu nanti tokoh tersebut disandingan oleh orang yang tidak tepat atau apabila tokoh tersebut tidak mencalonkan dan calon-calon lainnya dianggap tidak layak, maka golput adalah pilihan yang tepat.

Golput atau golongan putih artinya seseorang yang memiliki hak pilih memutuskan untuk tidak menggunakan haknya.

Bagi yang tidak setuju, golput dianggap sebagai sebuah tindakan yang tidak nasionalis, tidak patriotik. Melepaskan hak pilih di sebuah pesta demokrasi seolah-olah dianggap tidak menghargai dan tidak mengerti betapa penting dan berharganya hak tersebut di negara demokrasi seperti Indonesia. Yang lain beranggapan bahwa saat seseorang tidak menggunakan hak pilihnya maka sama saja dengan membiarkan orang lain menggunakan haknya untuk menentukan keinginan mereka.

Saya sendiri tidak menentang golput. Bukan berarti saya akan golput. Hanya saja saya mengerti kenapa seseorang memilih golput.

Meskipun saya tahu bahwa istilah Golput ini sudah lama ada, namun pertama kali saya akrab dengan istilah golput ini adalah setelah adanya kasus KUDATULI atau Kerusuhan Dua Puluh Tujuh Juli. Mungkin remaja sekarang tidak pernah dengar mengenai kasus ini, mungkin karena pada saat itu mereka belum lahir atau masih terlalu kecil untuk mengerti. Kasus Kudatuli adalah kasus penyerangan dan pengambilan paksa kantor DPP PDI di Jalan Diponegoro untuk menggeser Megawati Soekarnoputri, pada tanggal 27 Juli 1996. Kasus ini juga berkaitan dengan banyak kasus orang hilang, dan salah satunya ayah dari teman sekelas adik saya di SMP, Fitri Nganthi Wani -- Widji Thukul.

Sejak kejadian itu banyak orang yang memutuskan untuk golput karena mereka tidak mau memilih salah satu dari tiga partai yang ada, pada pemilu yang direncanakan akan digelar pada tahun 1997 (pemilu tersebut dimenangkan oleh Golkar, dan H.M. Soeharto dimandat sekali lagi untuk menjabat sebagai presiden).

Saat itu orang memilih golput tidak sekedar karena tidak tahu mau memilih apa, atau karena muthung lantaran tokoh yang diidamkan tidak ada di daftar calon presiden. Namun sebagai wujud protes sosial, ingin menunjukkan ketidakpercayaan mereka terhadap sistem pada saat itu. Mereka melepaskan hak pilih karena mereka merasa pesta demokrasi sudah ternodai oleh Kudatuli saat itu. Saat itu orang yang memutuskan untuk golput merasa bahwa ikut merayakan pemilu sebagai pesta demokrasi sama saja dengan lupa berkabung dengan kematian demokrasi yang terjadi setahun sebelumnya.

Bagaimana dengan saat ini?

Saya rasa, saat ini orang-orang yang golput tidak sama dengan orang yang golput pada waktu itu.

Mungkin saja masih ada orang yang tetap golput sejak 1997 karena masih melakukan protes yang sama, masih berkabung atas demokrasi di Indonesia, dan menganggap demokrasi di Indonesia belum bangkit dari kubur. Tapi, mungkin saja ada yang merasa bahwa memilih yang terbaik di antara yang terburuk bukanlah pilihan yang tepat, dan tidak mau ikutan bertanggung jawab memenangkan orang yang dianggapnya kelak akan membawa negara ini ke dasar jurang. Mungkin saja ada yang memutuskan untuk tidak memilih hanya sekedar karena tidak tahu siapa yang mau dipilih...

Entahlah...

Saya rasa memilih untuk tidak memilih tetap saja adalah pilihan. Bila seseorang memilih untuk tidak datang ke pesta, atau tidak ikutan makan saat datang ke pesta, apa salahnya?

Hanya saja, pesan salah seorang yang ada di milis tersebut, dan akan saya sampaikan juga kepada semua orang yang membaca artikel ini:

Apabila anda memutuskan untuk melepaskan hak pilih anda, jangan biarkan nama dan kertas suara anda dipakai oleh oknum yang tidak bertanggung jawab. Tetaplah datang ke Tempat Pemilihan Umum di mana anda terdaftar. Daftarkan nama anda, supaya nama anda tidak dapat dicatut. Dan gunakan kertas pilih anda, coblos yang anda mau, atau coblos semuanya supaya tidak sah kalau anda tidak mau memakai hak pilih anda.

Jangan biarkan nama dan kertas anda dipakai oleh orang lain/oknum/suruhan oknum, untuk mendukung calon yang mungkin akan jadi presiden anda.

Sampai bertemu di pesta demokrasi tahun depan :)

No comments:

Post a Comment