Thursday, July 18, 2013

Cerminan Bangsa Ini?

Baru beberapa hari lalu pernikahan sesama jenis dilegalkan di Inggris. Ratu Elizabeth akhirnya meresmikan undang-undang yang memperbolehkan pasangan sesama jenis untuk menikah di negara kerajaan ini. Dunia menyambut gembira keputusan ini karena pada akhirnya bertambah lagi satu negara yang mengakui scara hukum pernikahan homoseksual. Saya pun gembira... selangkah ke depan untuk kemanusiaan...

Benarkah?

Saat banyak orang menyambut positif undang-undang baru ini, orang Indonesia masih banyak yang mengirim komentar bernada penuh kebencian dan caci maki di media-media yang memuat berita ini. Kebanyakan akan menggunakan kata "dosa" dan "neraka", dan "sodom dan gomorah" dalam komen mereka, namun apabila ada yang mengkritisi maka orang-orang tersebut akan membela diri dengan mengatakan "jangan bawa-bawa agama". Yang lain menyebut pemerintah dan Ratu Inggris sebagai orang-orang tolol dan tidak bermoral, namun tidak bisa memberikan dasar pernyataan mereka; terutama apabila ditantang dengan membandingkan pemerintah Indonesia dengan pemerintah Inggris.

Yang lain tentu saja, membisik-bisikkan doa supaya pemerintah Indonesia selamanya tidak akan pernah melegalkan pernikahan sesama jenis.

Membaca komentar-komentar tersebut tidak hanya membuat saya merasa perlu untuk mengurut-ngurut dada, tapi juga menahan diri untuk tidak tertawa terlalu keras. Pantas saja teman-teman saya di Indonesia bersikukuh untuk meneriakkan "Edukasi! Edukasi! Edukasi!", karena tampaknya memang banyak orang Indonesia yang masih tertinggal di abad 6. Banyak yang perlu dibuat melek bahwa mereka sekarang sudah hidup di abad 21.

Salah satu komentar yang pada akhirnya menginspirasi saya untuk menulis ini berbunyi kira-kira seperti ini: "Untunglah orang-orang ini cuma bisa komen di media lokal seperti ini saja. Bayangkan kalau mereka bisa komen di media internasional atau media Inggris misalnya, bakalan bikin malu orang Indonesia di mata Internasional. Dikiranya semua orang Indonesia adalah produk-produk jaman purba". Komentar lain yang menarik perhatian saya berbunyi kira-kira seperti ini: "Inilah wajah asli orang-orang di Indonesia, yang katanya cinta damai, beragama dan toleran. Tapi aslinya hanya munafik yang manis di depan tapi di belakangnya penuh kebencian".

Ini mengingatkan saya pada komentar tunangan saya sesaat setelah kami menonton "The Art of Killing", beberapa hari yang lalu. Seolah-olah kekerasan, kebodohan, rasisme dan juga tindakan mendiskriminasi golongan minoritas adalah ciri khas nya orang Indonesia. Sampai-sampai dia bertanya kepada saya, "apakah keluargamu aman di Indonesia sana?"

Tentu saja sebagai seorang warga negara yang baik saya berkata padanya bahwa ADA orang Indonesia yang tidak tolol, tidak rasis, dan tidak diskiriminatif. Akan tetapi siapa yang bisa menyalahkan kalau banyak orang berpendapat bahwa orang-orang Indonesia hanyalah sekumpulan barbar bodoh yang tidak tahu benar salah. Siapa yang bisa menyalahkan kalau ada orang yang beranggapan bahwa masyarakat Indonesia tidak ubahnya seperti barisan bebek yang hanya ikut saja orang di depannya tanpa tahu sedang diarahkan menuju ke jurang.

Masyarakat internasional melihat Indonesia berdasarkan apa yang mereka baca di media, dengar di radio, lihat di televisi. Masyarakat internasional mengenal Indonesia melalui pertukaran informasi di internet. Siapa yang bisa menyalahkan kalau di luar sana, yang diingat oleh orang luar adalah bom Bali, teroris, demonstrasi, genocide, dan pemerintahan bobrok. Mereka juga tahu soal banyaknya fundamentalis agama di Indonesia, hanya saja mereka tidak berani terang-terangan mengatakan itu di depan saya.

Beberapa mungkin bangga dengan ini. Merasa sebagai bangsa yang punya sikap. Merasa sebagai bangsa yang punya kepribadian. Hanya saja, tidak ada yang cukup baik hati untuk memberi tahu bahwa sebagai bangsa, sikap dan kepribadianmu itu jelek....