Thursday, June 20, 2013

LSM dan Buruh

Tolong berikan saya pencerahan kenapa LSM sangat getol mengajak buruh untuk berdemonstrasi yang ujung-ujungnya membuat buruh-buruh tersebut mogok bekerja.

Saya sulit mengerti bagaimana sebuah organisasi melakukan gerakan untuk menyalurkan idealismenya, dengan taruhan nyawa orang lain. Mungkin ada kecacatan dalam logika saya, namun saya hanya mengamati, dan melalui penelitian empiris saya, demonstrasi yang dilakukan para buruh dengan cara melakukan mogok kerja ini jarang sekali menuai hasil yang positif.

Jangan salah. Saya sangat setuju kok kalau nasib buruh diperbaiki. Saya juga nggak suka kalau lihat buruh diperbudak dan disuruh bekerja tanpa bayaran. Akan tetapi menuntut bayaran yang berlebihan (mengingat skill buruh kita masih kalah dengan buruh di negara-negara “penghasil buruh”yang lain seperti Vietnam, Filipina dan Cina), rasanya tidak masuk akal bagi pengusaha yang berinvestasi di Indonesia.

Bayangkan kalau para pengusaha dan investor luar sepakat untuk tidak lagi menanamkan modal atau membuka usaha di Indonesia, dengan alasan bahwa lingkungan bekerja tidak kondusif dengan buruh yang terus menerus demo. Bayangkan kalau investor dan pengusaha yang sudah ada di Indonesia menutup pabriknya dan memindahkannya ke negara tetangga. Bayangkan kalau bahkan pengusaha dari Indonesia juga kemudian memilih untuk membuka usahanya di luar Indonesia.

Lalu kalau sudah selesai membayangkan, coba hitung berapa kerugian yang akan dialami negara ini karena berkurangnya pajak dari perusahaan-perusahaan tersebut. Kemudian hitung juga berapa banyak orang yang akan mengalami pemutusan hubungan kerja. Hitung berapa banyak orang yang akan menjadi pengangguran. Hitung berapa banyak keluarga harus turun dari taraf miskin menjadi sangat miskin. Hitung berapa banyak mulut yang harus ditanggung negara... oh tunggu... negara tidak akan menanggung para pengangguran itu juga kan?

Lalu siapa yang akan menanggung pengangguran-pengangguran ini? Siapa yang akan memberi makan pada mereka? Siapa yang akan memberikan penghidupan untuk membayar uang sekolah untuk anaknya, atau biaya pengobatan kalau ada yang sakit? Para aktivis LSM yang tadi berkoar menuntut perusahaan ini itu sampai pada akhirnya tutup semua itu sanggup menanggung semua pengangguran ini? Tidak?

Bukannya saya ini kapitalis, tapi tidak adakah yang sadar bahwa budaya demonstrasi menggalang massa (terutama buruh) untuk mogok kerja ini adalah turunan budaya komunis-sosialis. Nggak percaya? Google gih sana.

Saya tidak mau menghakimi para aktivis LSM ini. Saya rasa mereka hanya sedikit terlalu idealis dan dibutakan dengan harapan bahwa dengan berdemo mereka bisa mengubah sesuatu menjadi lebih baik. Mereka lupa bahwa yang mereka pertaruhkan di masa depan bukanlah penghasilan mereka, bukan keluarga mereka, bukan penghidupan mereka. Mereka tidak rugi apa-apa kalau perusahaan itu tutup dan karyawannya jadi pengangguran... paling hanya kehilangan satu tempat demo. Tapi bagi karyawan ini, mungkin pekerjaan itu hanya satu-satunya yang dapat mereka lakukan dengan ijazah SD mereka.

Saya juga mengerti ada banyak perusahaan yang dengan sengaja memperbudak dan menekan buruhnya. Akan tetapi apabila ada hal semacam itu terjadi, bukankah tindakan tidak manusiawi semacam itu dapat diadukan dan dituntut secara hukum? Kenapa harus membuat buruh yang sudah tenang-tenang bekerja dan sanggup menghidupi keluarga dan menyekolahkan anak kemudian harus terancam kehilangan pekerjaan juga?


Tolong beri saya pencerahan. Kenapa?

Tuesday, June 18, 2013

Dana Kompensasi, Perlu atau Tidak?

Gara-gara menonton sebuah diskusi di salah satu televisi swasta tadi malam, saya tergelitik untuk ikutan berkomentar mengenai perlu tidaknya diberikan bantuan dana langsung sementara, yang oleh beberapa politisi disebut dengan BLSM atau juga sempat disebut BALSEM. Apa sih BALSEM ini? Bantuan langsung sementara ini adalah kebijakan pemerintah untuk membagikan uang tunai kepada rakyat yang dianggap miskin atau kurang mampu sebagai kompensasi atas keputusan pemerintah menaikkan harga BBM.

Sekali lagi, sebelum saya memulai pembahasan saya, saya tidak akan menyatakan pendapat saya tentang kenaikan harga bahan bakar minyak di Indonesia. Saya rasa pendapat saya mengenai kenaikan harga BBM tidak relevan dengan pembahasan mengenai BLSM ini meskipun mungkin topiknya bersinggungan.

Maka, langsung saja kita masuk ke pertanyaan semula. Apakah BLSM ini perlu atau tidak?

Bagaimana kalau saya menjawab lagi: perlu untuk siapa?

Saya setuju dengan salah satu tokoh yang berbicara tadi malam bahwa apapun tindakan yang diambil oleh pemerintah, pastilah memiliki dampak politis. Apakah dampak politis tersebut akan menguntungkan atau tidak bagi pemerintahan yang berkuasa saat ini, maka jawabannya sangat relatif kepada bagaimana masyarakat bereaksi terhadap kebijakan yang diambil pemerintah tersebut. Salah satu kebijakan tersebut adalah BLSM ini.

Kalau saya terang-terangan mengatakan bahwa saya tidak mendukung diadakannya BLSM ini nanti saya dikatakan tidak pro rakyat atau biasanya yang tidak mengerti malah bisa menuduh saya sebagai antek-antek kapitalis. Bisa saja mereka menganggap saya tidak punya empati mentang-mentang saya dan keluarga saya tidak butuh disokong oleh BLSM. Yah, BLSM itu duitnya kan dari pajak yang saya bayarkan ke pemerintah tiap tahun juga, jadi saya peduli lah ke mana dan bagaimana duit itu dialirkan.

Memberikan uang tunai kepada rakyat seperti ini membuat rakyat menjadi malas. Malas dalam artian mereka merasa kalau mereka sengsara, maka pemerintah sudah seharusnya memberikan mereka uang untuk makan. Mereka lupa kalau yang dicabut itu adalah SUBSIDI BBM, bukan menaikkan harga BBM. Mereka lupa bahwa uang itu bantuan, bukan tunjangan.

Kalau pemerintah kaya, maka sana berikanlah tunjangan kepada rakyat yang tidak punya pekerjaan. Kalau kas negara sudah surplus melulu, maka sana berikanlah pengobatan gratis kepada rakyat yang tidak sanggup bayar rumah sakit. Kalau sudah punya dana lebih, maka berikanlah tunjangan pendidikan kepada setiap keluarga. Tunjangan hari tua kepada semua warga negara yang sudah pensiun. ITU baru adil. ITU baru keadilan sosial.

Mengambil pajak dan menggelontorkan buat rakyat yang merasa pemerintah bisa disetir, dan diancam, dan ditakut-takuti dengan jumlah suara dan penggulingan rezim? Mana adilnya bagi mereka yang bayar pajak? Di mana adilnya bagi mahasiswa yang sambil bekerja? Apa adilnya bagi guru SD? Apa adilnya bagi middle class yang sama-sama harus ikat pinggang karena merasakan juga dampak kenaikan BBM?

Bagaimana bila tahun depan masyarakat yang sudah dikasih duit ini minta lagi? Sembako naik menjelang lebaran, katanya... maka mereka berhak merampok angpao dari pemerintah lagi? Tentu saja setelah pemerintah mengerat dari middle class worker pajak yang tidak sedikit (pbb, pph, pb1, service tax, pajak kendaraan bermotor, pajak barang mewah, dll). Oh come on. Betul kata bapak saya... orang kaya kami bayar pajak tapi nggak pernah ngerasain langsung hasilnya.

Monday, June 17, 2013

Mahasiswa Kok Merusak?

Sudah beberapa hari ini saya melihat di televisi berita mengenai para mahasiswa yang melakukan demonstrasi untuk menolak kenaikan harga BBM. Saya tidak akan membicarakan pendapat saya mengenai kenaikan harga BBM sekarang, karena sikap saya mengenai kenaikan harga BBM sama sekali tidak relevan dengan postingan kali ini.

Saya rasa bukan hanya kali ini saja aksi demonstrasi yang dilakukan mahasiswa berakhir ricuh dan kemudian diikuti dengen pengerusakan-pengerusakan fasilitas umum. Demonstrasi kenaikan harga BBM ini hanyalah salah satunya. Yang lain? Banyak. Dari demo menginginkan penurunan harga uang semester sampai demo menginginkan gubernur turun. Dari demonstrasi menginginkan pemecatan kepala rektor sampai dengan penggusuran panti pijat.

Okelah, contoh-contoh saya tadi tidak semuanya kenyataan. Tapi kalian tentu mengerti bukan maksudnya?

Saya tidak mengecilkan peran mahasiswa sebagai kontrol paling ideal untuk orang-orang yang duduk di pemerintahan. Begini-begini saya pernah membuat essay yang isinya adalah membahas peranan mahasiswa sebagai kontrol politik, dan melakukan perbandingan antara gerakan mahasiswa di tahun 1966 dan 1998. Saya mengerti bahwa mahasiswa sebagai wakil dari akademisi adalah kelompok paling ideal untuk melakukan kendali apabila masyarakat sudah buta dan dibodohi oleh oknum pemerintah yang bertindak tiran. Dan gerakan semacam itu, saya akan mendukung seratus persen.

Tapi bagaimana dengan gerakan mahasiswa yang hobinya hanya demonstrasi seperti saat ini? Menjadi aktivis bukan hanya modal berani, tapi juga modal akal pikiran. Mahasiswa sebagai wakil dari kalangan akademisi, apa bedanya dengan preman apabila dalam aksinya hanya mengandalkan lemparan batu dan bom molotov? Mahasiswa sebagai wakil dari akademisi, apa bedanya dengan kerbau yang dicucuk hidungnya apabila gerakan mereka tidak lagi dilandasi oleh argumentasi cerdas, melainkan hanya hasil kipasan para provokator?

Saya tidak setuju kalau berita di televisi mengatakan "Aksi demonstrasi mahasiswa berakhir ricuh" sambil menampilkan gambar mahasiswa yang sedang beramai-ramai merusak fasilitas umum atau membakar mobil pelat merah. Mahasiswa macam apa yang bahkan tidak sanggup berpikir bahwa kerusakan fasilitas umum, dan penghancuran mobil dan jalanan itu nantinya akan diperbaiki dan diganti oleh duit rakyat yang ditarik dari pajak.

Gerakan mahasiswa dahulu sanggup mendongkel kekuasaan pemerintah yang dianggap kurang baik pada waktu itu karena mereka punya landasan kuat yang mendasari tidakan mereka. Bukan hanya didukung oleh seluruh mahasiswa lain di Indonesia, gerakan ini juga didukung masyarakat luas karena rakyat dapat merasakan bahwa gerakan ini adalah demi kepentingan mereka juga.

Saat ini? Gerakan mahasiswa hanya menjadi cibiran. Demonstrasi di jalan raya hanya membuat macet lalu lintas. Pengerusakan fasilitas umum tidak lebih dari tindakan vandalisme kekanak-kanakan anak manja yang hanya tahu protes tanpa tahu akar masalahnya. Jangankan mau meminta masyarakat mendukung gerakannya, mahasiswa lain mungkin lebih memilih belajar betul-betul di sekolah supaya lulus, jadi orang berguna, supaya bisa jadi caleg beneran dan mungkin bisa melakukan perubahan yang lebih berarti di kemudian hari.

Saya pernah jadi mahasiswa. Sampai hari ini saya masih sering bernostalgia akan indahnya idealisme kampus. Saya bahkan masih belum sinis terhadap idealisme mahasiswa yang mengharapkan utopia indonesia. Tapi gerakan mahasiswa seharusnya mencerminkan budaya akademis, bukan budaya barbar. Saya rasa turun ke jalan bukan lagi tindakan yang efektif yang mampu menarik simpati siapapun. Yang ada hanyalah kesempatan yang kemudian digunakan provokator untuk membakar emosi dan menyulut kekacauan, atau penjahat yang ingin mengambil kesempatan dalam kesempitan.

Menyampaikan aspirasi tidak hanya dengan teriakan yel-yel dan orasi di depan gedung. Sekarang ada banyak cara untuk menyalurkan pendapat dan menggalang dukungan. Media tidak lagi disensor seperti dulu, dan dunia digital bisa meraih banyak audiens tidak hanya dari dalam negeri tetapi juga dari luar negeri. Membuat perubahan tidak berarti harus memulai dari penghancuran fisik. Mahasiswa betulan mestinya tahu hal ini, bukan?

Wednesday, June 12, 2013

A Nice Come Back Is Nice

Saya sudah berencana untuk tidak menggunakan bahasa Inggris untuk mengisi blog ini, tapi entah kenapa untuk judul entry pembuka kali ini saya merasa judul yang paling cocok adalah ini. Apa boleh buat, para pembaca mohon maklum ya :)

Senang rasanya kembali menulis di blogger. Setelah sekian lama saya menyimpan dendam kesumat gara-gara account saya yang terdahulu sempat dihapus, beserta dengan blog yang sudah lama saya pelihara. Salah satu alasannya, atau mungkin malah satu-satunya alasan mengapa saya memutuskan untuk kembali adalah karena saya mendapati bahwa alamat blog ini sudah bisa digunakan kembali.

Mungkin tidak sampai sepuluh orang di dunia ini yang mengetahui bahwa saya pernah punya sebuah blog di blogspot dengan nama cacamelicahoyhoy.blogspot.com. Lalu setelah saya lama tidak mengupdate blog tersebut saya kembali dengan cacamelicahoyhoy2.blogspot.com. Ya, ya, terima kasih karena sudah mengingatkan betapa tidak kreatifnya saya dalam membuat nama. Lalu... saya lupa. Jujur saya sudah lupa apakah saya yang lebih dulu tidak sengaja menghapus salah satu blog itu kemudian google menghapus yang satunya, atau sebaliknya...

Maaf...

Intinya, saya berakhir hanya memiliki satu blog, yaitu superbyq.com

Bukannya saya tidak puas hanya memiliki superbyq. Tapi, banyak kenangan dan teman yang saya dapatkan saat saya memiliki blog tersebut. Saya sudah berusaha untuk memperoleh kembali alamat cacamelicahoyhoy di blogspot tapi tidak berhasil selama beberapa tahun. Hingga akhirnya hari ini saat saya mencoba lagi, alamat ini kembali available.

Dan menjadi milik saya.

Sebenarnya saya tergoda untuk menambahkan "MUAHAHAHA". Tapi tidak jadi, nanti dikira sombong.

Mengenai apa yang akan saya bagi di sini? Saya belum tahu. Tapi setidaknya menyenangkan punya sesuatu yang dapat digunakan untuk mengenang masa lalu bukan?

Terima kasih para pengunjung yang sudah membaca, yang datang hanya sekali atau pun yang sudah kembali lagi ke sini. Mohon dukungannya supaya saya jadi makin rajin menulis, bukan hanya cuma rajin bikin blog saja. Selamat membaca...