Sunday, October 20, 2013

GBHN: Perlu atau Tidak?

Saya mungkin bukan ahli dalam bidang politik. Saya bukan pengamat yang telaten dan saya sering kali menanggapi berita politik dengan tidak objektif. Saya hanya satu semester mempelajari politik di kampus, dan itu saja hanya sebatas dasar-dasar yang membuat saya tidak terlalu buta mengenai dunia politik. Tapi mengenai GBHN saya memiliki pendapat yang cukup kuat. Setidaknya dengan alasan saya sendiri.

Bayangkan sebuah perusahaan besar yang mana pemiliknya tidak lagi berkutat di kursi direksi, melainkan hanya berada di jajaran pemegang saham. Beberapa kali dalam sepanjang hidup perusahaan tersebut akan terjadi pergantian kepemimpinan, dan gaya kepemimpinan. Dan, dalam kepemimpinanya, seorang Dirut akan mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang kemudian akan mempengaruhi sukses atau tidaknya perusahaan tersebut dalam satu tahun kerja. Di akhir tahun, saat tutup buku, Dirut tentunya harus memberikan pertanggungjawaban kepada para pemegang saham, bukan?

Namun, dalam melakukan pengambilan keputusan perusahaan, pergantian kebijakan atau pembentukan kebijakan baru itu, Dirut beserta yang bekerja bersamanya dituntun oleh visi dan misi perusahaan. Dengan tuntunan itu, sesering apapun tampuk pimpinan perusahaan berganti, roda pemerintahan dalam perusahaan itu dapat berjalan dengan stabil di relnya.

GBHN atau yang disebut dengan Garis-Garis Besar Haluan Negara adalah semacam itu. Ia adalah rel yang menuntun siapapun yang berada dalam tampuk pemerintahan tidak keluar jalur dalam mengambil keputusan atau membuat kebijakan. GBHN akan memberikan batasan-batasan, sejauh apa dan dalam lingkup apa keputusan dapat dan boleh diambil, sehingga satu kebijakan dan kebijakan yang lain tidak akan saling bertentangan. GBHN tentu saja tidak bersifat khusus dan mendetail, namun hanya untuk mengarahkan saja.

Saya rasa para politisi paham betul fungsi GBHN, karena mereka sudah lama berada dan bergelut di bidang itu. Mereka jauh lebih pandai dan lebih berpengalaman daripada saya. Tapi saya merasa, bahwa beberapa yang menolak diaktifkan kembalinya GBHN didorong oleh alasan-alasan yang lebih bersifat politis daripada alasan-alasan lain.

GBHN adalah sebuah ide brilian yang dimunculkan oleh mantan presiden Indonesia, almarhum H.M. Soeharto. Karena beberapa catatan hitam beliau -- yang kemudian terungkap menjelang dan juga setelah lengsernya beliau dari tahta kepresidenan, maka seolah-olah segala sesuatu yang berkaitan dengan Orde Baru adalah buruk. Sehingga pada akhirnya, para politisi partai akan merasa ketakutan untuk mengadaptasi ide yang pernah ada di masa orde baru, karena takut dianggap ingin menghidupkan lagi Orde Baru.

Saya rasa tindakan itu tidak hanya tidak bijaksana, namun juga dapat menghambat perkembangan sebuah negara. Bayangkan apabila sebuah perusahaan mengalami pergantian manajer marketing. Sebuah marketing campaign yang brilian dan sedang berjalan dengan sempurna membawa produk perusahaan tersebut menjadi market leader, mau tidak mau dihentikan karena manajer marketing yang baru ingin membuktikan bahwa dia bisa keluar dari bayang-bayang manajer marketing sebelumnya. Hasilnya anda dapat melihat sendiri di dunia nyata, sebuah perusahaan mi instan tidak lagi menjadi market leader tanpa saingan, bahkan kini harus head to head dengan produsen mi instan yang belum lama berdiri.

Ide bagus adalah ide bagus, tidak peduli dari mana ide tersebut berasal.

Saya rasa GBHN itu adalah ide yang baik. Dengan perencanaan 15-20 tahun ke depan, tidak peduli siapa presidennya maka rencana-rencana brilian yang sudah dibuat dapat segera diwujudnyatakan. Partai-partai politik tidak perlu lagi sibuk mempertahankan posisi sebagai partai penguasa, dan yang oposisi dapat dengan bebas menyatakan oposisinya tanpa takut kemudian dipersulit karena sudah ada garis-garis besar yang menunjukkan ke mana negara ini akan dibawa.

Tolong koreksi saya apabila saya salah. Tapi saya rasa, GBHN perlu diadakan lagi, biar tidak bingung mau pilih presiden yang mana di tahun 2014 nanti....

No comments:

Post a Comment