Thursday, November 21, 2013

Denda! Denda! Denda!

Akhir-akhir ini media menyorot kebijakan mendenda yang dilaksanakan oleh pemerintah provinsi DKI Jakarta. Setelah mereka menetapkan ketentuan untuk memberikan denda sebesar lima ratus ribu rupiah bagi pengendara motor dan satu juta rupiah bagi para pengendara mobil yang menggunakan jalur busway, kini pemerintah provinsi juga menetapkan denda mulai limaratus ribu sampau lima puluh juta rupiah bagi siapapun yang membuang sampah sembarangan.

Kebijakan untuk memberikan denda kepada para pelanggar hukum ini sudah jelas tujuannya. Kemacetan jalan raya dan juga banjir adalah sebuah fenomena yang terjadi tanpa bisa dihindari di ibu kota Jakarta. Memberikan denda kepada para pelaku pelanggaran diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi ketertiban berlalu lintas dan juga kebersihan lingkungan.

Mengenai besarnya denda, saya merasa jumlahnya sudah tepat. Selain jumlah itu cukup besar untuk memberikan efek jera, jumlah itu tidak terlalu besar sehingga menimbulkan celah untuk jenis kejahatan yang lain, seperti menyogok oknum aparat.

Lalu, apakah pendapat masyarakat Jakarta?

Yang membuat saya tersenyum kecut adalah mereka yang merasa tidak puas dengan peraturan ini. Dari wawancara yang disiarkan di beberapa media, ada saja yang menolak niat baik dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta ini.

"Kalau dendanya segitu ya terlalu besar," kata seorang sopir angkot yang mengatakan bahwa jalur busway adalah solusinya untuk mengemudi saat jalanan macet.

"Ya kalay dendanya segitu, saya tidak terlalu setuju ya," kata salah seorang penduduk yang bermukim di bantaran sungai Ciliwung.

Bukan ketidak setujuan mereka yang membuat saya miris. Yang membuat saya merasa sedih adalah apa yang saya tangkap melalui bagaimana mereka mengungkapkan ketidaksetujuan mereka. Bila kita menganalisa kata-kata mereka, kita dapat melihat ada apa di balik ketidaksetujuan itu.

Pertama. Siapa yang peduli berapa dendanya kalau mereka tidak berniat untuk melanggar peraturan? Mau dibuat peraturan dengan pemberian denda lima puluh juta atau satu milyar juga tidak ada masalah kalau mereka tidak melanggar peraturan, bukan? Mau diancam dengan hukuman kurungan sebulan atau lima tahun tidak ada bedanya kalau mereka menaati peraturan tersebut, bukan?

Lalu, itu membuktikan apa?

Itu membuktikan bahwa secara mentalitas, masyarakat kita percaya bahwa hukum dapat dibeli oleh siapa pun. Bahwa denda itu bukanlah hukuman untuk pelanggar namun adalah jumlah yang kita bayar untuk membeli kebebasan untuk melanggar. Bahwa mereka berpikir bahwa kalau ada uang mereka bisa seenaknya saja melanggar.

Saya setuju dengan peraturan denda ini. Mungkin untuk sementara jalanan menjadi lebih macet karena sekarang banyak yang ketakutan masuk ke jalur busway. Tapi, saya berharap dengan ditambahnya armada bus trans jakarta, semoga saja para pengendara mobil dan sepeda motor dapat menggunakan bus trans jakarta sebagai alternatif pilihan. Sayangnya memang bus trans jakarta yang ideal untuk transportasi dalam kota ini belum menjangkau sepenuhnya seluruh area yang ada di Jakarta.

Bagi yang masih ingin naik kendaraan pribadi, ya terima saja lah resiko kena macet di musim hujan ini untuk sementara waktu. Perubahan untuk lebih baik kan butuh proses juga, dan salah satu prosesnya mungkin terasa tidak menyenangkan untuk beberapa saat. Saya masih percaya dengan pemerintahan Jokowi-Ahok ini kok...

No comments:

Post a Comment