Thursday, September 26, 2013

Ulil: Gerakan Puritanisasi Tak Akan Sukses Di Indonesia



Ulil memang salah satu tokoh favorit saya pada saat ini. Saya katakan salah satu karena saya memang punya banyak tokoh favorit, dan saya katakan pada saat ini karena mungkin suatu hari pendapat saya akan berubah. Tapi, saya mengakui bahwa sikap dan pernyataan Bung Ulil ini memang salah satu yang terbaik apabila dibandingkan dengan tokoh-tokoh politik dan negarawan-negarawan lain di Indonesia ini. Saya heran kenapa belum ada saja yang menggandeng Bung Ulil ini untuk menjadi presiden atau wakilnya untuk pilpres tahun depan.

Setelah berbagai pernyataan yang pernah membuat saya terkesima dahulu, lagi-lagi kemarin Bung Ulil membuat pernyataan yang membuat saya makin kagum pada beliau. Di twitter, Ulil mengatakan bahwa gerakan puritanisasi tidak akan bisa sukses di Indonesia -- ini mengingatkan saya adanya protes dari sejumlah warga di Yogyakarta atas pengerusakan makam Kiai Ageng Prawiropurbo yang merupakan cucu dari Sri Sultan Hamengku Buwono VI.

Warga mengatakan bahwa tidak perlu menjadi orang Jawa saat datang ke tanah Jawa, tapi harus menghargai budaya yang sudah ada sejak sebelum mereka hadir di Jawa. Pernyataan warga itu diperkuat dengan gambar seorang demonstran yang membawa tulisan : "Jangan Bawa Budaya Arab Ke Bumi Mataram", yang jujur saja bukan hanya menggelitik namun juga membuat saya menjadi lebih kritis mengamati betapa agama asing yang masuk ke Indonesia ini sudah seharusnya berbaur dengan kearifan lokal.


Cerita wayang pada awalnya adalah kisah yang datang dari India saat Agama Hindu datang ke Indonesia. Setelah datang ke Jawa, maka muncullah yang disebut dengan Punokawan: Semar, Gareng, Petruk dan Bagong (kalo cerita dari Pasundan maka ada si Cepot, tapi saya tidak tahu apa bedanya. Maaf...). Di Bali, Agama Hindunya sudah tidak sama lagi dengan yang dari India, itu sebabnya agama Hindu dapat tertanam kuat di Bali.

Di agama Katolik di Jawa, pastur dipanggil Romo. Bukan Pastur atau Father yang menggunakan bahasa asing, melainkan Romo yang sama artinya dengan memanggil "bapak". Saya setengah yakin bahwa di negara di mana agama Katolik berasal, atau bahkan di Vatikan di mana agama itu berpusat, tidak pernah ada gong dipukul di dalam perayaan misa. Gong adalah milik budaya Jawa. Cuma di Jawa misa dimeriahkan dengan tabuhan gong.

Maaf saja saat ini saya tidak bisa memberikan contoh lain, tapi saya mengerti betul apa yang dimaksud oleh Bung Ulil. Memaksakan budaya asing masuk ke Indonesia tanpa adanya toleransi terhadap budaya lokal hanya akan menimbulkan bentrok budaya. Sebagai budaya pendatang, tentulah agama asing ini harus luwes menyesuaikan dirinya, dan bukan asal hantam dan merusak kearifan lokal. 

No comments:

Post a Comment