Wednesday, September 11, 2013

Harmonisisasi Bahasa

Timeline saya di Path sedang dipenuhi dengan berita-berita mengenai seorang tahanan dengan inisial VP. Tadinya saya hanya tahu bahwa VP ini ditahan setelah beberapa tahun berada di daftar pencarian orang (DPO), karena tuduhan penipuan. Lucunya orang ini tertangkap setelah seorang jaksa menonton infotainment, di mana VP ini muncul sehubungan dengan pertunangannya dengan seorang pedangdut Indonesia dengan inisial ZG. Hanya saja berita tentang ZG memutuskan pertunangannya dengan VP sehari setelah penahanan VP tidak mendapatkan pemberitaan seheboh pemberitaan mengenai VP sendiri.

Nah, lalu apa yang membuat VP ini sekarang begitu terkenal sampai-sampai memenuhi timeline saya?

Ternyata VP ini sering melontarkan kata-kata yang tidak jelas apa maksudnya. Beberapa kata yang saat ini sudah dipopulerkan oleh laki-laki ini di antaranya adalah: konspirasi kemakmuran, harmonisisasi, labil ekonomi dan kontroversi hati. Bukan hanya dikenal suka membuat frasa-frasa aneh, VP ini juga sering menggunakan bahasa yang terdengar seperti bahasa Inggris dalam pidato-pidatonya. Mungkin ini dilakukannya supaya terlihat pintar, karena (katanya) dia pernah menempuh pendidikan di Amerika.

Saya tidak ingin membahas panjang lebar mengenai si VP ini. Bagi saya dia sudah cukup mendapatkan popularitas dari pemberitaan mengenai pertunangannya, penangkapannya, dan juga cara berbicaranya. Saya tahu bagi sebagian besar orang -- dan juga saya, cara berbicara VP ini terdengar lucu. Tapi mengapa hal ini dianggap lucu?

VP ini hanyalah contoh ekstrim lemahnya pengetahuan sebagian masyarakat Indonesia mengenai bahasa mereka sendiri. Dikatakan sebagai contoh ekstrim, karena gaya bahasa ala VP ini sudah mencapai titik di mana banyak orang Indonesia sendiri tidak mengerti apa maksud perkataanya. Tapi, saya bisa mengatakan meskipun dengan agak tidak rela, bahwa di Indonesia ini tidak sedikit orang yang seperi VP ini. Tidak usah jauh-jauh saya bisa memberikan sedikitnya empat contoh yang pernah saya alami sendiri.

Saat saya masih berada di bangku SMU, salah seorang guru saya menyuruh salah seorang teman saya untuk maju ke depan untuk menjelaskan sesuatu. Saya rasa hingga saat ini, penggunaan bahasa Indonesia dalam lingkup akademik adalah hal yang bukan hanya wajar namun juga wajib dikuasai. Akan tetapi teman saya ini tidak bisa melakukan presentasi formal. Terlepas memang dia merupakan tipikal siswa bandel yang memang tidak mengerti topik pelajaran hari itu, tapi mengingat sedikitnya kosa kata yang dia miliki untuk menjelaskan hal yang sederhana dalam bahasa Indonesia sudah menunjukkan tingkat kemampuan berbahasanya.

Saat saya berada di sebuah kota di dekat Manado, saya membantu dan mengamati murid-murid di salah satu SMP di sana. Dalam pembicaraan sehari-hari mereka selalu menggunakan dialek daerah mereka, yang tentu saja sangat wajar dilakukan. Namun yang membuat saya terkejut adalah reaksi mereka ketika salah seorang teman mereka melontarkan pertanyaan di dalam kelas dengan menggunakan Bahasa Indonesia. Bukan hanya tertawa, mereka merasa bahwa menggunakan bahasa Indonesia dengan benar itu aneh dan hanya dilakukan oleh orang-orang "tingkat tinggi" saja.

Saat saya mengerjakan skripsi, saya melihat contoh-contoh skripsi dari mahasiswa yang sudah lulus sebagai bahan pendukung. Saat itu saya baru menyadari bahwa skripsi yang tebalnya sekitar lima senti meter itu berisi setidaknya tiga senti meter omong kosong. Memperbanyak kata sambung yang tidak perlu seperti "bahwa supaya", "namun tetapi", "agar supaya", "nara sumber yang saya wawancarai" (kalau tidak diwawancarai apakah namanya masih nara sumber?), "oleh sebab daripada itu", dan masih banyak lagi. Untungnya sekarang saya rasa dosen-dosen saya sudah lebih ketat dalam hal penggunaan bahasa. Saya harap sekarang sudah tidak ada lagi skripsi yang tebal karena penggunaan kata-kata yang tidak perlu.

Ingin kelihatan pintar seperti VP yang dalam berbicara suka menggunakan bahasa Inggris yang selalu salah, juga sering membuat orang melakukan blunder bahasa. Contohnya teman saya yang saat berbicara dengan adik saya dengan sok menggunakan istilah-istilah desain yang mungkin hanya pernah sekali atau dua kali dia baca di majalah. Adik saya yang seorang desainer interior betulan hanya menanggapi ringan saat itu dan mencelanya habis-habisan setelah dia pulang.

Juga bagaimana teman-teman anda mengupdate status di facebook atau BBM dengan bahasa inggris yang sama sekali tidak bisa diterjemahkan kembali ke dalam bahasa Indonesia (atau kalau bisa diterjemahkan artinya jadi jauh berbeda dengan maksud awalnya). Tidak separah VP tentu saja, tapi apakah ada yang menyadari dan menegur orang ini karena hal itu? Saya rasa tidak.

Tapi apakah saya juga bebas kesalahan tata bahasa?

Saya yakin tidak.

Seperti yang saya katakan di awal, kalau ada seorang editor yang membaca tulisan saya ini, dia pasti dapat dengan mudah menemukan di mana kesalahan saya. Saya tidak keberatan dikritik dan diperbaiki, karena saya ingin lebih baik dalam berbahasa. Kemampuan bahasa kita menunjukkan di mana posisi kita di lingkungan sosial. Sering kali saya bahkan masih meminta tolong teman untuk mengecek draft blog saya yang berbahasa inggris supaya kesalahan yang saya lakukan tidak fatal.

VP adalah contoh ekstrim. Kita masih menertawakan videonya di youtube. Tapi sesekali, coba perhatikan orang di sekitar kita, dan bagaimana dia berbicara... jangan-jangan sering salah juga (tapi tidak ketahuan)?



No comments:

Post a Comment