Friday, September 13, 2013

Makan Ga Makan Asal Kumpul

Makan Tidak Makan Yang Penting Kumpul.

Saat saya masih kecil saya mengira itu adalah filosofi orang Indonesia mengenai keluarga. Daripada mengirim anggota keluarga untuk merantau dan mendapatkan kehidupan yang lebih baik, lebih baik berkumpul bersama sebagai satu keluarga yang utuh. Akan tetapi semakin lama saya semakin tidak yakin dengan pemahaman saya itu. Saya pikir saya salah.

Hingga, beberapa hari yang lalu saya mendapatkan pencerahan dari berita di televisi mengenai demo mogok bekerja para pengerajin tempe dan tahu di sejumlah daerah di Indonesia. Di tayangan berita tersebut beberapa orang beramai-ramai melempar satu tampah tahu di tanah, bersama dengan tahu-tahu lain yang sudah berceceran di sana. 

Awalnya saya mengira bahwa mereka sedang membuang tahu-tahu milik mereka sendiri sebagai bukti protes, namun saat pemberitaan berlanjut saya baru tahu bahwa saya lagi-lagi salah. Ternyata para pemrotes tersebut sedang mengacak-acak usaha milik salah seorang pengerajin tahu yang lain, yang tidak ikut mogok bekerja. Betapa kagetnya saya dengan kenyataan tersebut. Kok bisa-bisanya mereka melakukan hal tersebut. 

Alasan mereka: solidaritas.

Mungkin inilah yang mereka maksud dengan makan tidak makan yang penting kumpul. 

Lebih baik kelaparan bersama daripada membiarkan salah satu teman mereka mendapatkan rejeki hasil dari susah payahnya sendiri, untuk digunakan menghidupi keluarga, dan menyekolahkan anak. Demi solidaritas maka semua orang harus ikutan bangkrut meskipun sebenarnya masih bisa usaha sedikit-sedikit memberikan lapangan kerja bagi orang lain dan menjalankan ekonomi daerah. 

Setelah dipikir-pikir bukan hanya kasus tahu dan tempe saja. Bayangkan demo sopir bus atau angkot di Jakarta. Pasti ada mobil angkutan umum yang pada akhirnya dilempari dan dirusak apabila sopirnya tidak ikutan mogok mengemudi. Juga aksi mogok kerja di pabrik-pabrik; yang menolak ikut akan kemudian dicap sebagai pengkhianat.

Abraham Maslow, seorang psikolog dari Amerika membuat sebuah teori yang disebut dengan Teori Kebutuhan. Dalam teori tersebut maslow membagi kebutuhan manusia menjadi lima tingkatan yang berbeda, dari kebutuhan yang paling mendasar (di bagian bawah piramida) hingga kebutuhan aktualisasi diri (di puncak piramida). Kebutuhan dasar adalah kebutuhan fisiologis, seperti uang, sandang, pangan, dan papan. Di level kedua adalah kebutuhan akan keamanan: keamanan finansial, keamanan dalam hubungan keluarga, bebas dari ancaman atau ketakutan. Di tingkat berikutnya adalah kebutuhan untuk menjadi bagian dari sesuatu, organisasi, keluarga besar, grup pertemanan, hubungan percintaan. Tingkat keempat adalah kebutuhan untuk mencapai sesuatu: mendapatkan gelar sarjana, kenaikan jabatan di perusahaan, gelar kebangsawanan. Sedangkan yang terakhir adalah kebutuhan untuk aktualisasi diri baik itu dalam lingkungan dengan berderma, atau menekuni hobi yang sudah lama ingin dilakukan.

Menurut Maslow, apabila kebutuhan yang dasar belum tercukupi, maka akan sulit untuk bahkan memikirkan kebutuhan level berikutnya. Tentu saja saya mengerti dan malah mendukung orang-orang yang tidak ikut-ikutan mogok bekerja dan lebih memutar otak berjuang menghadapi kenaikan harga untuk mencukupi kebutuhan hidupnya. Siapa yang rela, demi diakui oleh teman-teman sesama pengerajin atau sama-sama pengemudi, lalu membiarkan keluarganya mati kelaparan? Apakah solidaritas itu artinya: mari mati bersama?

Makan tidak makan asal kumpul.

Saya tidak pernah mengerti dengan orang yang menggunakan konsep solidaritas yang pada intinya adalah mengajak semua orang ikut susah bersama dirinya. Pada dasarnya dalam hidup, manusia adalah makhluk individual di lingkungan sosial. Kalau kebutuhan individunya tidak terpenuhi lebih dulu, mana ada waktu untuk peduli dengan lingkungan sosialnya? Saya tidak yakin mereka yang merusak mobil, menghancurkan usaha orang pada saat melakukan aksi mogok itu sebenarnya murni meminta solidaritas kelompok. Jangan-jangan mereka cuma iri saja pada sesama pengusaha yang lebih pintar, lebih berusaha keras dan tidak tergilas kenaikan harga seperti mereka?

Jangan-jangan mereka hanya takut kalau nanti mereka selesai dengan aksi mogoknya, semua pelanggan sudah pindah ke pengusaha yang tidak ikutan mogok tadi?

Apabila harga kedelai tidak sedang bergejolak semacam ini, dan usaha sedang baik, lalu ada satu pengusaha tahu yang kesulitan karena satu dan lain hal, apakah mereka juga akan solider dan membantu pengusaha yang kesusahan ini? 

Ataukah solidaritas itu hanya kata kosong yang dipakai sebagai senjata untuk melarang orang lain menjadi maju dan sukses?

No comments:

Post a Comment