Thursday, December 5, 2013

Dokter... Dokter

Sebagai orang yang sering sakit, saya punya kedekatan khusus dengan dokter. Ditambah dengan sejarah kesehatan keluarga yang tidak terlalu baik, dan ada beberapa orang berprofesi sebagai dokter di keluarga besar saya, membuat profesi dokter itu sangat dekat dengan kehidupan keluarga kami juga. Berita mengenai dokter yang melakukan aksi solidaritas kepada rekan seprofesi yang dipidana penjara membuat saya merasa agak sedikit miris.

Mula-mula saya harus memposisikan diri saya dulu; apakah saya setuju dengan putusan MA untuk mempidana tiga orang dokter tersebut, atau tidak? Dari sisi apakah saya mengambil keputusan tersebut? Dan atas dasar apakah saya memilih keputusan itu.

Saya tidak setuju dengan putusan MA tersebut. Saya merasa, profesi dokter, sama dengan profesi sebagai anggota militer dan juga orang-orang yang bekerja di bidang jurnalistik ini sangat rawan karena batas antara benar salah sangatlah kabur. Tidak semua orang dapat memahami kode etik profesi yang dibawa oleh profesi-profesi semacam ini. Misalnya apabila seorang tentara menolak untuk melakukan perintah atasan untuk menyandera seorang sipil, tindakannya tidak bisa hanya dibawa ke pengadilan biasa, namun harus dilakukan di pengadilan militer. Misalnya seorang jurnalis melakukan tindakan investigasi yang kemudian berhubungan dengan rahasia negara, apakah dia dapat dituntut dengan pengadilan biasa? Saya rasa, profesi dokter juga demikian...

Tidak hanya profesi dokter ini berhubungan dengan nyawa manusia, namun dokter juga memiliki pertimbangan medis yang tidak dapat dengan mudah dijelaskan kepada orang awam. Apa yang menyebabkan seorang dokter mengatakan bahwa kemungkinan berhasil delapan puluh persen, atau dua puluh persen? Apa yang membuat dokter mengatakan bahwa operasi lebih baik daripada kelahiran normal? Saya rasa semua itu tergantung dari kondisi pasien pada saat itu, dan faktor x yang tidak terduga yang dapat terjadi kapan saja.

Saya tidak membela dokter yang didakwa bersalah itu. Saya tidak tahu benar apakah mereka betul memalsu tanda tangan, atau menyalahi peraturan. Tapi saya rasa dokter ini seharusnya tidak langsung dibawa ke pengadilan karena hakim tidak memiliki dasar pengetahuan medis. Hakim tidak akan bisa mengerti kondisi apa membutuhkan tindakan medis apa.

Satu hal lagi. Katakanlah saya memang sinis dan penuh curiga. Tapi keputusan MA yang kontroversial ini tidak jauh berbeda dengan keputusan MA saat mendakwa Angelina Sondakh. Keputusan ini bagi saya lebih bermuatan politis daripada manusiawi. Saya rasa keputusan ini hanyalah tindakan diplomatis untuk "menyenangkan" pihak yang dianggap berada di posisi lemah, sebagai orang awam, dan mengorbankan logika yang seharusnya dipakai untuk mendapatkan kebenaran yang sesungguhnya. Lagipula, apabila dokter ini memang memalsu tanda tangan, hukumannya mestinya adalah karena pemalsuan, bukan karena menghilangkan nyawa orang karena tindak kelalaian.

Pada hari rabu minggu lalu, saya pergi ke rumah sakit untuk menemui dokter saya. Dokter saya tidak ada di tempat. Untung tidak darurat, sehingga saya pulang dan kembali lagi hari minggunya. Kali ini ada dokter di sana dan saya pun bertanya apakah beliau saat itu sedang melakukan aksi solidaritas sehingga tidak ada di tempat saat jam kerja. Beliau bilang bahwa meskipun poliklinik tutup, namun UGD tetap terbuka lebar untuk siapa saja. Ini bukan aksi mogok, katanya...

Saya rasa putusan hakim MA tersebut membuat semua dokter di Indonesia menjadi khawatir atas keselamatan mereka bekerja sebagai dokter. Kebanyakan pasien di Indonesia tidak tahu banyak mengenai kesehatan mereka sendiri. Mereka tidak punya rekam jejak medis yang lengkap yang dapat diakses online seperti di luar negeri. Mereka tidak tahu apakah mereka punya alergi khusus atau apakah operasi gusi harus disebutkan apabila mereka ditanya mengenai pernah tidak menjalani operasi. Hal ini membuat dokter tidak tahu apakah suntikan yang mereka berikan akan menyebabkan reaksi alergi, atau menjadi fatal pada pasien.

Tidak lama setelah putusan ini dibuat oleh MA, media beramai-ramai memberitakan tentang dugaan malapraktik di berbagai macam daerah. Aji mumpung, kalau menurut saya. Inilah juga yang dikhawatirkan oleh dokter di Indonesia, saya pikir.

Dokter adalah profesi yang seharusnya mendapatkan kepercayaan penuh dari pasien. Dugaan malapraktik, benar atau salah, adalah sebuah kejadian yang dapat mencemari nama baik seorang dokter. Bagaimana dokter dapat bekerja kalau orang tidak lagi percaya kepadanya? Bagaimana dokter Indonesia bisa bekerja kalau tidak ada jaminan hukum yang membuat mereka merasa aman dalam mengambil keputusan untuk pasien? Saya rasa, kalau tidak ada tindakan cepat dari pemerintah, dokter-dokter pandai kita bakalan hengkang ke negara tetangga.

Percaya atau tidak, perkerjaan dokter ini masih langka di dunia. Di mana pun negara itu butuh dokter, bahkan negara maju macam Inggris pun masih terima dokter asing kalau ada yang mau bekerja ke sana. Hanya perlu tes penyesuaian saja. Jadi, tolong dong, hukum di Indonesia jangan hanya melindungi "rakyat kecil" saja. Yang tidak kecil memangnya bukan rakyat Indonesia juga?

No comments:

Post a Comment