Tuesday, June 18, 2013

Dana Kompensasi, Perlu atau Tidak?

Gara-gara menonton sebuah diskusi di salah satu televisi swasta tadi malam, saya tergelitik untuk ikutan berkomentar mengenai perlu tidaknya diberikan bantuan dana langsung sementara, yang oleh beberapa politisi disebut dengan BLSM atau juga sempat disebut BALSEM. Apa sih BALSEM ini? Bantuan langsung sementara ini adalah kebijakan pemerintah untuk membagikan uang tunai kepada rakyat yang dianggap miskin atau kurang mampu sebagai kompensasi atas keputusan pemerintah menaikkan harga BBM.

Sekali lagi, sebelum saya memulai pembahasan saya, saya tidak akan menyatakan pendapat saya tentang kenaikan harga bahan bakar minyak di Indonesia. Saya rasa pendapat saya mengenai kenaikan harga BBM tidak relevan dengan pembahasan mengenai BLSM ini meskipun mungkin topiknya bersinggungan.

Maka, langsung saja kita masuk ke pertanyaan semula. Apakah BLSM ini perlu atau tidak?

Bagaimana kalau saya menjawab lagi: perlu untuk siapa?

Saya setuju dengan salah satu tokoh yang berbicara tadi malam bahwa apapun tindakan yang diambil oleh pemerintah, pastilah memiliki dampak politis. Apakah dampak politis tersebut akan menguntungkan atau tidak bagi pemerintahan yang berkuasa saat ini, maka jawabannya sangat relatif kepada bagaimana masyarakat bereaksi terhadap kebijakan yang diambil pemerintah tersebut. Salah satu kebijakan tersebut adalah BLSM ini.

Kalau saya terang-terangan mengatakan bahwa saya tidak mendukung diadakannya BLSM ini nanti saya dikatakan tidak pro rakyat atau biasanya yang tidak mengerti malah bisa menuduh saya sebagai antek-antek kapitalis. Bisa saja mereka menganggap saya tidak punya empati mentang-mentang saya dan keluarga saya tidak butuh disokong oleh BLSM. Yah, BLSM itu duitnya kan dari pajak yang saya bayarkan ke pemerintah tiap tahun juga, jadi saya peduli lah ke mana dan bagaimana duit itu dialirkan.

Memberikan uang tunai kepada rakyat seperti ini membuat rakyat menjadi malas. Malas dalam artian mereka merasa kalau mereka sengsara, maka pemerintah sudah seharusnya memberikan mereka uang untuk makan. Mereka lupa kalau yang dicabut itu adalah SUBSIDI BBM, bukan menaikkan harga BBM. Mereka lupa bahwa uang itu bantuan, bukan tunjangan.

Kalau pemerintah kaya, maka sana berikanlah tunjangan kepada rakyat yang tidak punya pekerjaan. Kalau kas negara sudah surplus melulu, maka sana berikanlah pengobatan gratis kepada rakyat yang tidak sanggup bayar rumah sakit. Kalau sudah punya dana lebih, maka berikanlah tunjangan pendidikan kepada setiap keluarga. Tunjangan hari tua kepada semua warga negara yang sudah pensiun. ITU baru adil. ITU baru keadilan sosial.

Mengambil pajak dan menggelontorkan buat rakyat yang merasa pemerintah bisa disetir, dan diancam, dan ditakut-takuti dengan jumlah suara dan penggulingan rezim? Mana adilnya bagi mereka yang bayar pajak? Di mana adilnya bagi mahasiswa yang sambil bekerja? Apa adilnya bagi guru SD? Apa adilnya bagi middle class yang sama-sama harus ikat pinggang karena merasakan juga dampak kenaikan BBM?

Bagaimana bila tahun depan masyarakat yang sudah dikasih duit ini minta lagi? Sembako naik menjelang lebaran, katanya... maka mereka berhak merampok angpao dari pemerintah lagi? Tentu saja setelah pemerintah mengerat dari middle class worker pajak yang tidak sedikit (pbb, pph, pb1, service tax, pajak kendaraan bermotor, pajak barang mewah, dll). Oh come on. Betul kata bapak saya... orang kaya kami bayar pajak tapi nggak pernah ngerasain langsung hasilnya.

No comments:

Post a Comment